Tiga Golongan yang Tidak Diajak Bicara oleh Allah di Hari Kiamat
Tiga Golongan yang Tidak Diajak Bicara oleh Allah di Hari Kiamat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 13 Jumadil Awal 1447 H / 4 November 2025 M.
Kajian Tentang Tiga Golongan yang Tidak Diajak Bicara oleh Allah di Hari Kiamat
Pembahasan terakhir ialah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum mukminin, sebagaimana perintah-Nya kepada para rasul, yaitu agar mereka makan dari yang halal dan yang baik. Allah ‘Azza wa Jalla adalah zat Yang Mahasuci, zat yang tidak menerima kecuali yang suci dan bersih, yang benar-benar dilakukan seorang hamba untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima sedekah atau infak dari harta yang haram. Makanan-makanan yang dimakan dan dimasukkan ke dalam perut seorang muslim hendaknya benar-benar berasal dari harta yang halal.
Makanan yang haram yang masuk ke dalam perut seorang mukmin sangat berpengaruh terhadap amal perbuatannya. Seorang yang makan dari yang halal, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kekuatan dan kemudahan baginya untuk mengerjakan amal-amal kebaikan, amal-amal shalih. Sebaliknya, orang yang selalu makan dari yang haram, berat baginya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena darah dan dagingnya tumbuh dari harta yang haram. Wal ‘iyadzu billah.
Mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan semoga Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa menganugerahkan harta yang halal dan baik, yang masuk ke dalam perut dan perut keluarga. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Selanjutnya, pembahasan melanjutkan seputar hal-hal penting dan luar biasa yang disebutkan oleh An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala dalam bab ini.
Tiga Golongan yang Tidak Diajak Bicara oleh Allah di Hari Kiamat
Hadits berikutnya juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Juga dari beliau, yaitu Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلاثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمْ اللَّه يوْمَ الْقِيَامةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ، وَلا ينْظُرُ إلَيْهِمْ، ولَهُمْ عذَابٌ أليمٌ: شَيْخٌ زَانٍ، ومَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِل مُسْتَكْبِرٌ
“Ada tiga golongan manusia yang mereka nanti tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat kelak. Allah tidak akan menyucikan mereka, dan Allah tidak akan melihat mereka dengan penglihatan rahmat dari Allah ‘Azza wa Jalla. Dan bagi mereka azab yang pedih. Tiga golongan itu adalah:
- Seorang tua yang berzina.
- Raja atau penguasa pendusta.. Seseorang yang diberikan amanah menguasai satu umat, tetapi ia adalah pendusta. Ia tidak berbicara secara jujur dan benar kepada rakyatnya.
- Keluarga miskin yang sombong. Keluarga miskin tetapi sombong, angkuh, dan tidak tahu diri. Bicaranya selalu tinggi, menunjukkan keangkuhan dan takaburnya.” (HR. Muslim)
Tiga golongan yang disebutkan dalam hadits ini tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat kelak. Hal ini menunjukkan kemarahan dan kebencian Allah ‘Azza wa Jalla kepada mereka. Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga tidak membersihkan mereka, tidak menyucikan mereka, karena mereka berbuat dosa namun tidak bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyucikan mereka. Allah ‘Azza wa Jalla juga tidak akan melihat mereka dengan penglihatan yang penuh kasih sayang dan rahmat. Na’udzubillah min dzalik.
Hadits ini memberikan pelajaran-pelajaran penting, di antaranya adalah peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap umat ini dari berbuat zina. Orang yang sudah tua atau sepuh apabila masih berzina, na’udzubillah min dzalik, perbuatan ini sangat tercela sehingga dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga dibenci oleh manusia. Orang tua yang masih berzina berarti tidak menyadari bahwa ia telah mendekati ajalnya, tetapi ia tidak bertobat dan tidak berhenti dari perbuatan zina.
Penyebutan syaikhun zanin (orang tua yang berzina) dalam hadits ini bukan berarti orang yang muda dibolehkan berzina. Zina tetap tidak dibenarkan dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan dalam Al-Qur’anul Karim:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra [17]: 32)
Ayat dalam Surah Al-Isra tersebut mencakup semua, baik yang tua maupun yang muda tetap dilarang mendekati perbuatan zina, yaitu mendekati sebab-sebab perbuatan zina. Zina adalah perbuatan keji yang tidak diterima oleh fitrah manusia yang suci. Zina merupakan perbuatan keji yang berdampak buruk bagi pelakunya.
Hadits ini juga memberikan pelajaran tentang bahayanya seorang penguasa yang pendusta. Kadzab di sini bukan sekadar berdusta satu dua kali, tetapi menunjukkan bahwa orang tersebut memang tukang bohong. Apabila tidak bertobat dan tidak meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia termasuk golongan yang tidak akan diajak bicara, tidak dilihat, dan tidak disucikan dari dosa-dosanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla di hari kiamat kelak.
Penguasa yang baik dan adil adalah sesuatu yang menjadikannya mulia. Sebaliknya, penguasa pendusta yang hanya bisa berbohong kepada rakyatnya adalah perbuatan yang amat jelek dan buruk. Dalam hadits tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat kelak, pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah ‘Azza wa Jalla, orang pertama yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah: imamun ‘adilun (pemimpin yang adil).
Seorang pemimpin yang adil, jujur, tidak berdusta, dan memperhatikan rakyatnya. Ia meletakkan sesuatu pada tempatnya dan melakukan keadilan baik kepada keluarganya maupun kepada rakyatnya. Pemimpin yang adil manfaatnya besar bagi orang banyak. Hal ini juga menjadi peringatan bagi para pemimpin agar tidak menjadi orang yang banyak dustanya. Seharusnya mereka berkata jujur kepada umat dan rakyat, serta tidak membuat penipuan, bicara dusta, atau janji-janji palsu.
Lihat: 7 Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat
Pelajaran lain dari hadits ini adalah peringatan agar seorang tidak bertakabur, apalagi orang yang miskin. Orang kaya yang takabur pun tercela. Sifat sombong, menolak kebenaran, dan merendahkan orang lain adalah sifat yang sangat tercela. Manusia butuh, tetapi ia sombong, na’udzubillah min dzalik.
Tidak ada yang patut disombongkan oleh manusia. Terlahir tanpa apa-apa, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan semua nikmat yang ada. Semua ini berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang selalu bersyukur dan berterima kasih akan diberi tambahan nikmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
…لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Mari menjadi hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tawadhu’. Orang yang tawadhu’ dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dicintai oleh manusia. Sebaliknya, orang yang kibir (sombong) dan angkuh, apalagi tidak punya apa-apa, dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan dibenci oleh manusia. Seorang yang beriman dan mau menuntut ilmu seharusnya bersikap tawadhu’. Kemuliaan dan kehormatan yang didapatkan adalah faktor dari banyak hal, pertama dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian dari orang-orang lain yang telah memberikan peluang.
Ini adalah peringatan yang keras dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah ‘Azza wa Jalla di hari kiamat kelak, tidak disucikan, dan tidak pula dilihat dengan pandangan kasih sayang dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.
Sungai-Sungai dari Surga
Hadits berikutnya juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
سيْحَانُ وجَيْحَانُ وَالْفُراتُ والنِّيلُ كُلٌّ مِنْ أنْهَارِ الْجنَّةِ
“Saihan, Jaihan, Al-Furat, dan Nil, semuanya berasal dari sungai-sungai surga.” (HR. Muslim)
As-Saihan dan Al-Jaihan adalah dua sungai besar yang disebutkan para ulama berada di Armenia dan merupakan dua sungai terpenting di Asia Tengah. Sumbernya dari gunung di Tajikistan dari ketinggian 2.900 meter di atas permukaan laut. Kemudian, Al-Furat (Sungai Efrat) dan An-Nil (Sungai Nil). Sungai Efrat berada di Irak, dan Sungai Nil berada di Mesir dan Sudan, mengalir dari Ethiopia. Semua empat sungai ini disebut berasal dari aliran surga.
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan, “…kullun min anharil jannah (semua ini termasuk dari sungai-sungai surga),” ini adalah hal yang harus diimani. Inti berita dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan Imam Muslim adalah shahih dan benar. Kewajiban seorang muslim adalah beriman kepada apa yang diberitahukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama hadits itu sahih. Tidak perlu menyelidiki dari mana sumbernya, bagaimana cara turunnya, dan seterusnya, karena ini semua di luar kemampuan akal. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Shodiqul Mashduq, orang yang benar dalam perkataannya dan dibenarkan semua perkataannya, selama perkataan itu benar-benar datang dari beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Pernyataan kullun min anharil jannah (semua sungai-sungai itu dari surga) menunjukkan bahwa surga sudah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana neraka pun sudah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walaupun tidak melihat dengan mata kepala, kewajiban seorang muslim adalah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, serta beriman pada semua berita yang datang dari Al-Qur’anul Karim dan dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sahih. Surga dan neraka itu sudah diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan ini adalah pendapat Ahlussunah wal Jama’ah berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun Mu’tazilah dan yang sejalan dengan mereka, mereka tidak percaya atau mengingkari bahwa surga dan neraka sudah diciptakan.
Hadits ini juga menjelaskan bahwa sungai-sungai ini memberikan keberkahan. Sungai-sungai ini banyak membantu manusia dalam perdagangan dan pertanian, sangat bermanfaat, terutama bagi yang hidup di tepi aliran sungai-sungai tersebut. Air dari sungai-sungai ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan manusia.
Hadits ini menegaskan keimanan kepada berita dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang mana semua yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah haq dan benar.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55761-tiga-golongan-yang-tidak-diajak-bicara-oleh-allah-di-hari-kiamat/